Thursday, January 9, 2014

Fixed Mindset vs Growth Mindset



 “Becoming is better than being” ― Carol S. Dweck

Kita bahas sedikit hasil studi tentang anak-anak pandai yang berpotensi gagal, dan sebaliknya dari Prof Carol S Dweck (Stanford). Carol mengumpulkan dua kelompok anak-anak. Kelompok pertama adalah anak2 berprestasi tinggi dan sadar dikenal sbg anak pandai di sekolah. Klompok ke 2, terdiri dari anak-anak yg prestasi akademisnya biasa-biasa saja & ketika ditanya menjawab, "I am survive". Yg jelas mereka bukan "anak pintar" Kedua kelompok diinterview dan diberi soal2 yang terdiri dari soal yang mudah (sudah pernah diajarkan dan gampang) dan soal2 sulit.

Selama experimen, dalam pelaksanaannya ternyata anak2 kelompok pertama banyak protes ketika mengerjakan soal2 sulit yg blm diajarkan dan mereka menolak mengerjakannya. Lembar jawaban tidak diisi dan merek mengatakan " ini belum diajarkan" Mungkin karena mereka pandai maka mereka tahu apa yang mereka ketahui dan yang tidak diketahui Sebaliknya, anak-anak yang mengaku "survived" justru mengerjakan semua soal. Mereka kurang peduli apakah itu sudah diajarkan atau belum mereka tidak protes, tidak peduli dengan image mereka sekalipun nilainya akan jeblok atau dinilai kurang pandai.

Setelah menjalankan tes, semua anak diajak bicara & diminta menuliskan surat pada seseorang tentang pengalaman mereka selama ikut eksperimen itu. Carol tersentak, ternyata anak-anak dari kelompok pandai melebih-lebihkan diri mereka, bercerita lbh hebat dari yg bs/mau mereka kerjakan, sedangkan kelompok kedua bercerita apa adanya.

Kelompok pertama, dalam suratnya mengaku diberi soal mudah dan sulit, dan keduanya mereka kerjakan dengan hebat Setelah melalui analisis mendalam & wawancara terstruktur, Dweck menemukan dua tipe manusia yg menentukan sikapnya terhadap sukses/gagal.

Dia mengatakan begini:

“After seven experiments with hundreds of children, we had some of the clearest findings I’ve ever seen: Praising children’s intelligence harms their motivation & harms their performance. How can be? Don’t children love to be praised?"

"Benar, anak2 senang dipuji. Khususnya thd bakat dan kecerdasannya. Pujian mendorong gerakan, keindahan—but only for the moment."

"The minute they hit a snag, their confidence goes out the window and their motivation hits rock bottom If success means they’re smart, then failure means they’re dumb. That’s the fixed mindset.”

― Carol S. Dweck

Jadi mau pandai atau kurang pandai, muaranya akan pada kegagalan kalau setinggan pikirannya adalah FIXED MINDSET. Ini masalahnya, banyak pendidik mengukur kecerdasan dari kemampuan belajar di atas kertas, bukan kemampuan anak mengelola hidup. Dan kalau seorang anak sdh percaya bhw ia sudah pandai, juara, dst..maka ia bisa merasa sudah selesai, sudah hebat, sudah cukup.

FIXED MINDSET memiliki kecenderungan seperti:

  1. Merasa paling pandai sehingga tak berani mencoba hal-hal baru Setiap kali mencoba hal baru dan dinilai kurang bagus, kurang pandai, maka ia akan sangat mudah kecewa dan mengungkapkan kekecewaannya
  2. Mereka umumnya juga tak bisa menerima kenyataan orang lain dinilai lebih baik dari dirinya
  3. Sulit menerima tantangan2baru, mencoba hal baru yg sama sekali tak dikenal dan tak disukainya, dan menolak menghadapi kesulitan.
  4. Mereka tak mudah menerima kritik, otaknya mudah hang dan keriting thd kritik atau negative feedback... Padahal org maju butuh itu.

Terhadap orang lain yg lebih dinilai sukses, lebih dinilai bagus dalam fase berikutnya, maka ia menyambut dengan sinisme. Itulah yang membuat orang pandai terkotak dalam batasan yang ia buat sendiri, sementara yang merasa "survive" bisa tumbuh dan berubah. Orang yg "survive" seringkali merasa kurang pandai, maka ia mencoba terus, segala kemampuannya. Dr sesuatu yg ia kalah cpt memulainya. Mungki bukan awal yg menentukan sesuatu, tetapi bagamana kt menaklukkan rintangan dalam perjalanan itu, menumbuhkan sesuatu yg kurang beruntung awalnya.

Itulah yg disebut Carol Dweck sebagai GROWTH MINDSET.
Maka dia katakan, "Becoming is better than being” ― Carol S. Dweck, Mindset: The New Psychology of Success artinya, "berupaya menjadi" (becoming) jauh lebih baik daripada " memiliki sesuatu" (being)

Ia melanjutkan, “I believe ability can get you to the top,” says coach John Wooden, “but it takes character to keep you there. It’s so easy to begin thinking you can just ‘turn it on’ automatically, without proper preparation It takes real character to keep working as hard or even harder once u’re there. When u read about an athlete wins over and over When u read about an athlete that wins over and over, remind yourself, ‘More than ability, they've character.' ”
― Carol S. Dweck

Karakter itu fondasinya dibentuk dari kecil, dipertajam saat dewasa, dan dikoreksi lewat gerinda yang keras untuk membongkar keangkuhan. Maka orangtua, jangan bangga dengan prestasi akademik sekolah anak2 yang dipaksakan melalui les dan les dan les Anak2 butuh pembentukan mindset, yg kita kenal sebagai self regulation mereka harus dilatih meregulasi diri agar terbuka terhadap perubahan. 

Mereka butuh kemampuan beradaptasi, respek terhadap perbedaan dan keunggulan orang lain, mau mencoba hal baru. Bukan cepat baca kalimat, mengenal huruf, hapal rumus, tahu ini tahu itu lebih dulu dari yg lain. Semua itu gampang disusul orang lain. 

Mereka juga perlu dilatih kreativitas, berani mencoba hal baru, siap koreksi diri, berdamai jiwa, tidak melakukan hal yg tak terpuji Semua itu disebut sebagai executive functioning, dan dalam buku Ellen Gallinsky disebut "Essential Life Skills". Pujian itu penting, tetapi hidup dalam punian juga bisa rawan Lantas apa salahnya failed? “I don’t mind losing as long as I see improvement or I feel I’ve done as well as I possibly could” C.Dweck.

Lebih jauh lagi, “If parents want to give children a gift, the best thing they can do is to teach their children to love challenges be intrigued by mistakes, enjoy effort, and keep on learning. That way, their children don’t have to be slaves of praise dengan mendidik seperti itu, "They will have a lifelong way to build and repair their own confidence.” ― Carol S. Dweck

Itulah yang disebut Paul Stoltz sebagai The Climbers. Ayo hdp sst yg sulit, jgn takut gagal. Org Korea bhs Inggrisnya lbh buruk dr anak2 Indonesia tp lbh bnyk yg msk doktoral prgrm di USA dan org Korea juga bnyk gagal, setiap tahun sll ada yang drop out dr doctoral program tetapi kini mrk bs menyaingi Apple, Begitu juga bangsa China, Taiwan, India, Israel dll....mereka lebih sering gagal di sekolah daripada anak2 kita, Tetapi mengapa dalam hidup selanjutnya, setelah sekolah, anak2 kita walaupun sekolahnya hebat, ya biasa2 aja prestasi hidupnya why?

Unknown

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright @ 2013 HeyDab.